”Apa sebenarnya hakekat kemerdekaan ? Apa betul kita sudah merdeka ?” Kalimat penggalan tersebut merupakan isi dari pementasan monolog Putu Wijaya yang berjudul Merdeka. Monolog tersebut berbicara tentang makna merdeka dan kemerdekaan yang sudah ditafsirkan dengan berbagai cara sehingga hasilnya berbeda bahkan bertentangan. Pentas dimainkan dengan dua karakter, yaitu kakek dan cucu. Lelaki tua yang memakai tongkat itu memelihara burung perkutut yang sehari-hari menjadi temnannya. Sedangkan cucunya duduk di sekolah dasar yang ingin selalu tahu tentang kemerdekaan. Berkali-kali sang cucu bertanya kepada kakeknya dan sang kakekpun menjawab dengan memberikan penjelasan tentang kemerdekaan bangsa ini. Dengan rasa ingin tahu yang cukup tinggi, cucunya selalu menyodorkan berbagi pertanyaan, hingga kakek seakan tidak percaya kalau anak sekecil cucunya itu punya pemikiran-pemikiran layaknya orang dewasa. Berbagai pertanyaan tersebut membuat sang kakek berpikir ulang tentang arti kemerdekaan yang benar-benar mutlak.
Pementasan yang berlangsung sekitar 60 menit itu diadakan di Universitas Airlangga untuk memperingati Dies Natalis yang ke 54. Pentas monolog itu dipadati oleh puluhan penonton yang sangat antusias menyaksikan penampilan teaterawan terkemuka di negara kita ini. Sebelum di Surabaya, monolog ini juga pernah dimainkan di beberapa kota di Indonesia, diantaranya Jakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta, Malang, Singaraja, Sumba, Timor, Padang, Makassar, Kalimantan Timur. Tak hanya di dalam negeri, pentas ini juga telah keliling dari beberapa negara, Brunei Darussalam, Malaysia, Afrika Selatan, Belanda, Karibia, Suriname.
PW (panggilan akrab Putu Wijaya) tak hanya bermain sendiri, tetapi ia juga mengajak para penonton berkomunikasi di sela-sela pementasannya. Bahkan ada suatu adegan yang tidak ada dalam naskah yakni PW berdiri membelakangi penonton dengan terus berdialog dan tiba-tiba ia memegang kain putih lalu BRUAAKKK...ternyata PW terjatuh dari panggung. Kejadian tersebut membuat penonton tertawa terbahak-bahak karena hal itu disangka salah satu adegan dalam naskah Merdeka. Dan PW bergegas bangun dengan ditolong salah satu panitia yang ada di belakang, lalu dengan cepat ia menanggapi reaksi penonton, antara marah dan tidak ia mengatakan, ”Loh kok pada ketawa? Itu tadi tidak termasuk dalam naskah, saya tadi jatuh beneran, tanyain mas yang nolong saya tadi,” tegasnya. Setelah itu pementasan berjalan lagi dan PW tetap asyik menyelesaikan monolognya hinngga tuntas dan sempat pula menerbangkan burung-burung merpati putih sebagai tanda kemerdekaan bagi burung tersebut.(Jengking)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar